ASAKU ADALAH ASAMU
K
|
erikil
di senja sore itu, seolah berteriak mengabarkan sebuah duka saat kaki melangkah
menuju tebing setinggi 1 meter di belang rumah. Langit gelap bersayat darah
seolah menjadi background sendu dalam hati yang tengah pilu. Jeritan bambu yang
saling bersaing memadu harap untuk menjadi soundtrack lamunan ku kala itu.
Entah apa yang sedang aku fikirkan, hanya rasa cemas berselimut getir membasahi
cermin yang ku pegang untuk sekedar melihat mimik wajah yang makin tak terlihat
seperti aku.
Keresahan ini tentang aku yang tidak
siap berbagi cerita, walau hanya pengalaman bagaimana aku bisa hidup ditengah
kota besar yang aku singgahi saat ini. Berat hati untuk menentukan harus dari
mana aku memulai sebuah khayalan ku. Sebenarnya
bukan itu yang membuat fikiran ku kalut tak menentu, ini tentang sebuah
asa..asa dari mereka yang tak ada daya.
Nama ku Mentari, yaa..tentu nama
yang tidak asing bagi setiap orang yang hidup dijaman yang serba instant ini.
Tak sedikit orang yang menganggap namaku asing, macam kartu perdana yang pernah
hits di masanya. Ah..tapi ini bukan tentang namaku, tapi tentang mereka yang
memiliki harapan besar untuk menjadi bersinar seperti namaku..yaa…tentu seperti
nama ku, bukan seperti aku. Aku adalah mahasiswi dari jurusan kesehatan yang
saat liburan semester ini merasa menjadi satu-satunya orang yang penuh dosa.
Kesempatan itu hilang di sambar waktu yang kian cepat berputar namun aku masih
berfikir. Tak jauh berbeda dengan liburan semester biasanya, tugas ku sebagai
seorang mahasiswa yang mendapat beasiswa tentunya melaksanakan sosialisasi..no,
lebih tepatnya sering kali aku hanya bercerita. Tetapi berbeda di tahun ini,
ada sesuatu yang membuatku termenung, menatap mata yang penuh dengan harap..aku
tidak pernah lupa, dengan mata yang menatapku saat itu.
Jelas di ingatan ku 18 Januari 2019,
menjadi notif yang harus aku kenang dalam hidupku, kala itu aku dipercaya
menjadi salah satu narasumber dalam sebuah event besar yang di ikuti oleh siswa
siswi di salah satu sekolah dikampungku. Kala itu aku menyampaikan banyak hal
tentang motivasi kuliah, pengalaman ku saat kuliah, informasi beasiswa dan
cerita inspiratif yang aku lihat dari orang-orang di sekelilingku. Saat itu aku
banyak bercerita tentang beasiswa etos, ku katakan pada mereka ini adalah
bagian dari program etos untuk road to school. Tentu ternganga-nganga..
bertanya-tanya kenapa harus kuliah, kenapa harus beasiswa. Tentu bukan waktu
yang sebentar, 2 jam itu sangat lama untuk aku berbagi cerita bersama mereka
tentang motivasi kuliah dengan beasiswa. Namun..kala itu rasanya berbeda ada
hal yang membuatku sangat bersemangat untuk mengajak mereka sedikit berkhayal
tentang dunia perkuliahan, tak sedikit juga yang sampai terjerit-jerit karena
seolah kita melayang membayangkan bersama betapa indahnya masa kuliah itu.
Hal lain, satu dari tatapan mereka
membuatku hilang fokus dan hanya ingin melihat matanya. Gadis berkerudung
coklat yang duduk di tengah barisan siswa siswi yang memiliki mimpi besar itu.
Hanya ia yang tak mengacungkan tangan saat aku mananyakan siapa yang ingin
kuliah. Terkejut dan bertanya-tanya aku dibuatnya. Ku samarkan namanya Dewi.
Saat ku tanyakan lebih lanjut, ia hanya tersenyum..tapi sungguh mata nya tidak
bisa berbohong saat ku tampilkan beberapa foto bangunan besar tempat aku kuliah
saat ini. Matanya penuh harap.
2 jam berlalu, dan aku hanya fokus
pada Dewi yang membuat aku makin penasaran untuk mendekatinya. Suara murotal
dari masjid samping sekolah itu memanggil siswa laki-laki untuk bergegas
mendiirikan sholat jumat, dan aku diberi kesempatan untuk melaksanakan sharing
sederhana dengan siswi-siswi yang menunggu sholat jumat selesai. Tidak semua,
hanya yang mau saja.. kembali aku terkejut dengan kedatangan Dewi yang tersenyum
sambil menarik ulur jarinya, entah malu takut atau rasa apa yang membuatnya gugup
menghampiriku. Aku mencoba lebih akrab dan membuatnya nyaman saat itu, dan kita
terlena dalam candaan yang membuat kita seperti teman lama. Sampai pada
akhirnya aku menanyakan padanya alasan emngapa ia tidak tertarik dengan dunia
perkuliahan. Jawabnya sangat singkat, “kuliah itu pakai ridho kan kak,
sedangkan aku tidak mengantonginya”. Otak ku hanya berputar dengan keras untuk
menangkap jawaban dari Dewi. Dia tersenyum dan menjelaskan lebih panjang, bahwa
ia adalah anak pertama dari entah berapa bersaudara aku lupa. Yang pasti maksud nya adalah ia
menjadi tulang punggung dalam keluarganya setelah pengumuman kelulusan nanti.
Dia hanya tinggal bersama ibu dan beberapa adiknya, katanya ayahnya entah pergi
kemana. Singkat cerita ia mengakhiri percakapan kita dengan kalimat kuliah itu
butuh ridho mbak, sedangkan ibu ku tidak memberikannya, ibu hanya mengajarkan
ku bagaimana berprestasi disekolah kemudian lulus dengan nilai di ijazah yang
baik, harapnya walaupun sebagai buruh aku tidak menjadi buruh yang mengangkat
barang-barang berat, cukup menjadi buruh dipabrik dengan nilai yang baik saja
itu sangat menyenangkan kata ibuku.
Terpukul aku dengan ceritanya yang
tidak jauh berbeda dengan kisah keluargaku, bedanya aku jauh lebih beruntung
dari pada Dewi. Ibu ku memberi ridho pada setiap jalan yang ku pilih sedangkan
tidak dengan ibu Dewi. Ini yang membuat pengalaman Etos Road To School yang aku
lakukan berbeda dengan yang sebelumnya. Aku mendapatkan cerita lain, kalau
biasanya siswa sulit kuliah karena biaya, Dewi ini sulit kuliah karena tak ada ridho dari orang
tua. Masalah biaya sebenarnya menjadi salah satu hal yang membuat keluarganya
akan berfikir beribu-ribu kali, namun tidak ada hal yang perlu ditakutkan
sebenarnya, aku melihat prestasi Dewi sangat banyak, beberapa perlombaan yang
ia ikuti dapat ditaklukannya dengan trophy juara 1 yang ditata rapi sebagai
arsip sekolah. Namun katanya bukan masalah biaya..tidak akan rumit baginya untuk
berusaha mencari beasiswa agar ia dapat kuliah, melainkan ridho dari seorang
ibu.
Mimpi Dewi sangat besar, ingin
menjadi seorang dokter katanya..belum selesai aku mencoba mencari tahu tentang
dia lebih dalam, dia harus segera bergegas mengambil air wudhu untuk sholat
dhuhur dan melanjutkan kelas bahasa inggrisnya.
Ini yang membuat lamunanku tak
behenti juga di sore itu, memikirkan bagaimana aku harus merespon cerita yang tidak pernah aku
alami ini. Tidak mudah juga untuk meyakinkan ibunya, karena tidak sedikit
masyarakat di kampung yang berfikir sama seperti ibunya. Apalagi ditambah
kalimat “kuliah tinggi-tinggi nanti juga balek ke dapur”. Sebenarnya aku adalah
salah satu dari berjuta-juta orang yang tidak setuju dengan statement ini.
Sampai pada akhirnya aku mencari nomornya dari beberapa kenalan ku saat itu,
hingga akhirnya aku dapat dan mencoba untuk menghubunginya. Tak lama setelah
aku memulai percakapan singkat melalui aplikasi chat diponselku dia menjawab
dan betapa girangnya dia masih mengingatku. Aku mencoba banyak bercerita
tentang orang-orang yang jalannya berliku untuk meraih cita-cita, dan ia tak
menjawab pesan singkatku pada chat terakhir yang aku kirim.
“Bahwa
berusaha memberikan pengertian kepada orang tua bukan merupakan dosa besar,
percayalah..ridho atau tidaknya ibu mu nanti kita yakini, pilihan Allah yang
terbaik dan rencana Allah yang terindah”.
Entah apa yang membuatnya tak kembali
menjawab pesan ku itu, sampai pada 2 Februari 2019, dia baru membalasnya dan
mengucapkan terima kasih kak, Ibu ku sangat menyayangi ku. Sungguh sedih aku
membaca pesan singkat namun dalam maknanya, tak ku sangka tak membalas pesan ku
merupakan cara dia untuk berfikir sejenak tentang apa yang harus dia lakukan.
Aku percaya bahwa sesuatu yang sederhana namun kita lakukan dengan
sungguh-sungguh, Allah akan memudahkan nya dan menjadi hal sederhana itu
menjadi hal yang berharga nantinya.
Ini ceritaku, jika tahun kemarin ERTS
ku berakhir dengan foto bersama, kali ini aku menjadikannya berbeda..membuat
seseorang bahagia ternyata sangat membuat kita mampu meneteskan air mata. Aku
bukan orang yang berjasa pada masalah Dewi, namun aku orang yang beruntung
karena mampu menjadi bagian dalam hidupnya untuk berbagi cerita. Kegirangan
berlanjut malam tanggal 5 februari 2018, ia telah mendaftar jalur snmptn,
harap-harap cemas ia hanya berdoa bahwa ridho ibunya mampu member jawaban
terbaik atas keputusan nya saat ini.
Ada harapan besar pada mereka yang harus
tenggelam bersama ragu, menjadi sesuatu yang dapat membuat mereka yakin dan
mampu adalah cara sederhana untuk membuat mereka terlihat tangguh. Karena
sejatinya,, Harapan mereka adalah harapanmu.. mengapa begitu? Adanya keinginan
dari seseorang, memberikanmu jalan untuk mengabulkan keinginan mu yaitu
MEMBANTU. Asa mu adalah Asa ku.
0 komentar:
Post a Comment